SARANG SLANKERS

Peace Love Unity Respect

More About Me...

Lorem ipsum dolor sit amet, nisl elit viverra sollicitudin phasellus eros, vitae a mollis. Congue sociis amet, fermentum lacinia sed, orci auctor in vitae amet enim. Ridiculus nullam proin vehicula nulla euismod id. Ac est facilisis eget, ligula lacinia, vitae sed lorem nunc. Orci at nulla risus ullamcorper arcu. Nunc integer ornare massa diam sollicitudin.

Another Tit-Bit...

tes

Slankers dan Aisah Dahlan

Siapa sih Aisah Dahlan..? Beliau adalah seorang Dokter yang dengan tangan dinginnya telah membebaskan ratusan Slankers dan 500-an pemuda lain dari jeratan Narkoba. Bagaimana dokter ini terlibat dalam kerja sosial yang tak banyak dilakukan perempuan? Bak Bidadari Penyelamat, dokter ini menyelamatkan ratusan Fans Slank dari kecanduan Narkoba. Nama dokter ini cukup familiar di kalangan penggemar grup musik Slank, sudah lebih dari lima tahun dia mendampingi dan menyembuhkan para Slankers yang jeratan barang setan itu. Bahkan, mereka memanggil perempuan berdarah Bugis itu dengan sebutan yang bisa bikin tersenyum bangga. ”Soal ini saya juga dapat sebutan di kalangan Slankers. Kalau bunda Iffet (ibunda Bimbim, drummer Slank, Red) mendapat julukan Rock and Roll Mom, saya disebut Doctor Peace,” terangnya. Peace merupakan salam yang kerap diucapkan para Slankers agar selalu damai.


Bagaimana awalnya Aisah bisa berkenalan dengan para Slankers? Kebetulan rumah dia memang dekat dengan markas Slank di Gang Potlot, kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Pada 2003, nama Aisah yang sudah dikenal sebagai terapis pecandu narkoba berkenalan dengan Bimbim. ’’Kalau Mas Bimbim ada di Jakarta, pasti saya diundang berdiskusi masalah narkoba,” jelas wanita yang juga bekerja di Rumah Sakit Bhayangkara Selapa Polri itu.

Dari situ Bimbim meminta Aisah mengentaskan ratusan Slankers dari ketergantungan serupa. Saban tahun Aisah selalu menyelenggarakan detoksifikasi (menghilangkan kadar racun dalam tubuh) masal di markas band rock and roll tersebut. ”Dia bilang, ’dok, sanggup tidak detoksifikasi namun murah?’ Saya bilang sanggup,” katanya. Metodenya sama dengan yang dia kembangkan di Yayasan Sahabat Rekan Sebaya yang dikelolanya selama ini.

Ketertarikan Aisah menjadi dokter ”spesialis” narkoba berawal dari keprihatinan terhadap sang adik, Sahril Dahlan, yang kecanduan barang haram itu. Sahril terdeteksi ketergantungan narkoba pada 1989 setelah sembilan tahun mengonsumsinya. Dia mulai coba-coba narkoba ketika masih kelas 3 SMP. Mulai pil koplo, ganja, sabu-sabu, sampai putauw pernah ditenggaknya.

Saat mengetahui adiknya kecanduan narkoba, Aisah masih berstatus mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar. Sebagai kakak tertua dari lima bersaudara, dia merasa terpanggil untuk melepaskan adik keduanya itu dari jerat narkoba. Namun, kala itu Aisah tak mengetahui apa yang harus dilakukan. ”Saat sudah jadi dokter, saya juga tak tahu apa yang harus saya lakukan,” jelasnya. Bahkan, sampai menikah, Sahril belum bisa lepas dari barang memabukkan itu.

Aisah pun kalang kabut mencari obat mujarab untuk adiknya. Akhirnya dia mendapat kabar bahwa di Malaysia ada klinik rehabilitasi yang mampu menyembuhkan para pecandu narkoba. Klinik itu adalah Rumah Pengasih yang berlokasi di Kuala Lumpur. Di Indonesia, klinik itu lumayan terkenal. Aisah pun meminta suaminya, Priyanto, menemani Sahril berobat ke Kuala Lumpur. Sepulang dari sana, Sahril sembuh. Namun, pesan dari klinik, Sahril bisa kambuh lagi apabila ada satu peristiwa yang membuat dirinya hancur. Benar juga, waktu bisnis yang dirintisnya di Makassar terpuruk, Sahril kambuh lagi. Demikian halnya saat pamannya meninggal. ”Saya berusaha keras mengentaskan dia,” jelas wanita 40 tahun itu.

Sejak itu Priyadi meminta Aisah untuk menjadi dokter yang khusus menangani para pecandu narkoba. ”Tentu banyak keluarga yang bernasib sama, tapi tak tahu cara menanganinya,” katanya. Perlahan wanita berkerudung itu belajar tentang narkoba. Itu dilakukan saat Aisah bekerja di RS Harum Kalimalang, Jakarta. Kebetulan saat itu Aisah diminta mengelola unit khusus yang menangani korban narkoba. Di sana Aisah mengakrabi para pecandu. ”Saya harus tahu bagaimana orang ketagihan. Merasakan bagaimana sakitnya?” terangnya. Aisah juga membaca semua buku dan makalah tentang narkoba. ”Saya punya keyakinan, menghadapi keluarga yang kecanduan adalah pengalaman sangat berharga. Ini harus dibagikan kepada banyak orang,” katanya. Pada 1999, Aisah berusaha membagikan pengalamannya itu. Dia merintis Yayasan Sahabat Rekan Sebaya. Yayasan itu bertempat di Jalan Pasar Minggu, Kompleks Kalibata No 16 Jakarta.

Awalnya organisasi itu hanya paguyuban. Isinya para pecandu narkoba yang punya komitmen lepas dari ketergantungan. Di sana tangan dingin Aisah membantu para pecandu melakukan detoksifikasi (menghilangkan racun narkoba), rehabilitasi (pemulihan), dan after care.

”Waktu itu organisasi hanya perkumpulan. Saya tak punya duit cukup untuk menjadikannya badan hukum,” jelasnya. Aisah mengucurkan seluruh penghasilannya sebagai dokter untuk kehidupan organisasinya itu. Aisah pun melibatkan para mantan pecandu ke dalam organisasi itu. ”Mereka yang sudah sembuh benar saya libatkan, mendampingi para pecandu lain yang ingin mentas, terus-terusan begitu,” ujarnya. Cara ini amat efektif. Sebab, para pecandu ini akan menuruti semua perintah para ”seniornya”.

Dia mengaku bahwa pekerjaan berat dalam proses itu adalah detoksifikasi. Di sini pecandu harus benar-benar lepas dari narkoba. Selama sepuluh hari mereka diajak tidak menyentuh barang-barang yang menjerumuskannya itu. ”Ini amat berat. Kata mereka, tahap ini rasanya seperti orang sehat yang dicabuti kukunya,” jelasnya. Untuk menghilangkan rasa sakit para pecandu, Aisah memanfaatkan obat-obatan murah kelas puskesmas untuk mereka konsumsi.

Tahap rehabilitasi membutuhkan waktu enam bulan. Namun, apabila ingin sempurna, dibutuhkan waktu setahun. Selanjutnya tahap after care. Sampai di sini pekerjaan belum berhenti. Umumnya, para pecandu yang datang ke yayasan adalah mereka yang tak punya pekerjaan. Bila mereka langsung dilepas, proses rehabilitasi akan sia-sia. Sebab, kemungkinan kembali menjadi pecandu sangat besar. ”Kalau mereka punya pekerjaan gampang. Setelah sembuh bisa langsung bekerja,” ucap Aisah. ”Tentu saya harus memikirkan mereka,” sambungnya.

Seiring perjalanan waktu, Aisah mengembangkan yayasannya. Tak sekadar menerapi pecandu, yayasan itu sudah dikembangkan ke 14 divisi. Beragam bentuk kegiatan ada di dalamnya. Mulai musik, broadcasting, bengkel, hingga peternakan. ”Untuk melatih mereka (pecandu) suami saya memanfaatkan jaringannya. Ahli broadcasting bisa kami datangkan. Syaratnya mau gratis,” terangnya.


Source : http://www.radarjogja.co.id

0 komentar:

Posting Komentar