Slank di Java Jazz Festival 2009
Penampilan Slank dalam Java Jazz 2009 Tidak Sekadar Pemanis. Pertunjukan Java Jazz Festival (JJF) 2009 yang digelar selama tiga hari penuh di Jakarta Convention Center memang sudah berakhir pada Minggu, 8 Maret lalu. Tetapi, kesan dari kalangan penikmat musik yang menyaksikan JJF itu masih hangat hingga Minggu kemarin. Setidaknya, karena kesan itulah, beberapa pembaca harian ini bertanya mengapa pertunjukan festival jazz itu juga menampilkan musik-musik pop dan rock. Bahkan, permainan musik angklung dari kelompok pemusik angklung Mang Udjo Bandung pun ikut tampil sekaligus menandai pembukaan JJF, Jumat, 6 Maret lalu.
Karena itu, musikus jazz Indra Lesmana pernah mengusulkan agar nama Java Jazz Festival diganti saja menjadi festival musik umum. "Soalnya, agak janggal juga menyaksikan pesta musik itu. Namanya Java Jazz Festival, tapi ternyata banyak diwarnai penampilan kelompok musik pop dan rock," tutur Indra Lesmana.
Di ajang JJF 2009 yang berakhir Minggu, 8 Maret lalu, misalnya, kelompok Slank ikut tampil, padahal Slank identik dengan musik-musik rock. Afghan juga memamerkan kebolehan warna musik popnya. Begitu juga Katon Bagaskara, menampilkan musik-musik bosas bersama KLA Project-nya.
Warna musik pop ternyata tidak saja ditampilkan oleh kelompok musik dan penyanyi dalam negeri. Buktinya, penyanyi kondang asal Inggris, Jason Mraz, tampak sangat puas menyaksikan penggemarnya terhibur meski lagu-lagu yang ditampilkannya didominasi warna musik pop. Di luar semua itu, memang musik jazz masih mendominasi JJF 2009. Ada musisi jazz kondang Matt Bianco, Laura Fygi, Briant McKnight, Dianne Reeves, Gary Anthony, dan masih banyak lagi yang lainnya.
Tapi, bagaimana mungkin kelompok musik nonjazz itu mendapat tempat istimewa di ajang JJF 2009?
Peter F Gontha, pendiri Java Jazz Festival, ketika diwawancarai Suara Karya pekan lalu, buru-buru mengingatkan, praktisi musik tidak usah bingung jika JJF 2009 menampilkan musik-musik pop atau rock.
"Kalau kita perhatikan festival musik jazz di luar negeri, maka musik yang ditampilkan tidak melulu musik jazz. Ada kombinasi dengan warna musik lain seperti pop dan rock. Jadi, apa yang ditampilkan JJF 2009, di mata musisi mancanegara bukan lagi sesuatu yang baru," ujar Peter.
Ia menambahkan, secara kebetulan penampilan JJF memang dirancang tidak hanya menampilkan jazz, tapi juga menjual potensi musik lainnya dalam sebuah kemasan. Itu penting, menurut Peter, agar pengunjung JJF yang juga ingin menikmati warna musik lain seperti pop dan rock, tak perlu menonton jauh-jauh, tetapi di ajang JJF juga ada. Dengan kemasan itu, penonton benar-benar dimanjakan. Membeli tiket untuk menonton jazz, tapi ternyata bisa juga menonton musik pop dan rock dari kelompok musik dan penyanyi pilihan.
Selain itu, kata Peter, JJF 2009 juga ingin berperan serta dalam menyukseskan program tahun kunjungan wisata dan tahun kreasi budaya yang dicanangkan pemerintah. Itu berarti, panitia JJF memang dituntut harus jeli bagaimana mengemas JJF sebagai media hiburan yang komplet. JJF harus benar-benar bisa menghibur semua lapisan pecinta musik.
"Jadi, penampilan Slank di JJF 2009 tidak sekadar pemanis, tapi juga mampu menghibur semua pecinta jazz di lokasi JJF. Kita harus tampilkan Slank agar masyarakat fanatis jazz dari mancanegara tahu bahwa Indonesia ternyata punya kelompok rock sebagus Slank. Dan, ternyata masyarakat terhibur sekali dengan kehadiran Slank," tutur Peter.
Kaka, Bimbim, dan beberapa personel Slank lainnya mengaku senang dilibatkan dalam pertunjukan JJF 2009. "Kami tidak menyangka, Slank dapat kesempatan manggung di JJF 2009. Dan, meski mayoritas pengunjung JJF adalah pecinta musik jazz, penonton Slank juga tidak sedikit. Kami menampilkan warna asli musik Slank dari awal hingga akhir. Kami bukan jazz, kami rock. Ternyata saat akan menuntaskan lagu terakhir, pengunjung meminta kami tampil lagi dengan beberapa lagu tambahan. Berarti kehadiran kami diterima. Syukur alhamdulillah," tutur Kaka, vokalis Slank.
Source : Suara Karya online -- by : ludfi
Karena itu, musikus jazz Indra Lesmana pernah mengusulkan agar nama Java Jazz Festival diganti saja menjadi festival musik umum. "Soalnya, agak janggal juga menyaksikan pesta musik itu. Namanya Java Jazz Festival, tapi ternyata banyak diwarnai penampilan kelompok musik pop dan rock," tutur Indra Lesmana.
Di ajang JJF 2009 yang berakhir Minggu, 8 Maret lalu, misalnya, kelompok Slank ikut tampil, padahal Slank identik dengan musik-musik rock. Afghan juga memamerkan kebolehan warna musik popnya. Begitu juga Katon Bagaskara, menampilkan musik-musik bosas bersama KLA Project-nya.
Warna musik pop ternyata tidak saja ditampilkan oleh kelompok musik dan penyanyi dalam negeri. Buktinya, penyanyi kondang asal Inggris, Jason Mraz, tampak sangat puas menyaksikan penggemarnya terhibur meski lagu-lagu yang ditampilkannya didominasi warna musik pop. Di luar semua itu, memang musik jazz masih mendominasi JJF 2009. Ada musisi jazz kondang Matt Bianco, Laura Fygi, Briant McKnight, Dianne Reeves, Gary Anthony, dan masih banyak lagi yang lainnya.
Tapi, bagaimana mungkin kelompok musik nonjazz itu mendapat tempat istimewa di ajang JJF 2009?
Peter F Gontha, pendiri Java Jazz Festival, ketika diwawancarai Suara Karya pekan lalu, buru-buru mengingatkan, praktisi musik tidak usah bingung jika JJF 2009 menampilkan musik-musik pop atau rock.
"Kalau kita perhatikan festival musik jazz di luar negeri, maka musik yang ditampilkan tidak melulu musik jazz. Ada kombinasi dengan warna musik lain seperti pop dan rock. Jadi, apa yang ditampilkan JJF 2009, di mata musisi mancanegara bukan lagi sesuatu yang baru," ujar Peter.
Ia menambahkan, secara kebetulan penampilan JJF memang dirancang tidak hanya menampilkan jazz, tapi juga menjual potensi musik lainnya dalam sebuah kemasan. Itu penting, menurut Peter, agar pengunjung JJF yang juga ingin menikmati warna musik lain seperti pop dan rock, tak perlu menonton jauh-jauh, tetapi di ajang JJF juga ada. Dengan kemasan itu, penonton benar-benar dimanjakan. Membeli tiket untuk menonton jazz, tapi ternyata bisa juga menonton musik pop dan rock dari kelompok musik dan penyanyi pilihan.
Selain itu, kata Peter, JJF 2009 juga ingin berperan serta dalam menyukseskan program tahun kunjungan wisata dan tahun kreasi budaya yang dicanangkan pemerintah. Itu berarti, panitia JJF memang dituntut harus jeli bagaimana mengemas JJF sebagai media hiburan yang komplet. JJF harus benar-benar bisa menghibur semua lapisan pecinta musik.
"Jadi, penampilan Slank di JJF 2009 tidak sekadar pemanis, tapi juga mampu menghibur semua pecinta jazz di lokasi JJF. Kita harus tampilkan Slank agar masyarakat fanatis jazz dari mancanegara tahu bahwa Indonesia ternyata punya kelompok rock sebagus Slank. Dan, ternyata masyarakat terhibur sekali dengan kehadiran Slank," tutur Peter.
Kaka, Bimbim, dan beberapa personel Slank lainnya mengaku senang dilibatkan dalam pertunjukan JJF 2009. "Kami tidak menyangka, Slank dapat kesempatan manggung di JJF 2009. Dan, meski mayoritas pengunjung JJF adalah pecinta musik jazz, penonton Slank juga tidak sedikit. Kami menampilkan warna asli musik Slank dari awal hingga akhir. Kami bukan jazz, kami rock. Ternyata saat akan menuntaskan lagu terakhir, pengunjung meminta kami tampil lagi dengan beberapa lagu tambahan. Berarti kehadiran kami diterima. Syukur alhamdulillah," tutur Kaka, vokalis Slank.
Source : Suara Karya online -- by : ludfi
Sukses Slalu buat Slank......
Slank kayaknya serba bisa ya..??
Salam PLUR